Selasa, 18 Agustus 2020 habis magrib.
Ibu dan dipta lagi makan nasi kuning di dalam kamar. Baru berapa kali suap, ibu denger Rongrong ngeong lumayan keras. Ibu datangi ke dapur, dia pindah ke atas keset. Ibu elus, dia respon sebentar. Ngga lama dia muntah air banyak banget. Mukanya sudah kayak kucing linglung. Dia berdiri berusaha jalan ke arah wc nya. Ibu bilang kalau mau pipis dilantai aja, nanti ibu lap. Dia rebahan lagi, nggak lama ngeong lagi. Beberapa kali ngeong setiap dielus, dan akhirnya rebahan samping. Ibu sudah ngerasa kalau ini waktunya..
"Rong, kalau nggak kuat nggak papa, ibu iklhas. Mas dipta sama ibu sayang rongrong. Nanti rongrong nggak sakit lagi disana. Ibu makasih banyak kamu percaya tinggal di sini sama ibu. Ibu iklhas.."
Sambil nangis saya beusaha ngomong supaya dia pergi dengan tenang.
Cepet banget prosesnya. Mungkin sepuluh menit. Sesekali ngeong, napasnya sengal-sengal. Kakinya beberapa kali nendang nahan sakit mungkin. Segitu cepetnya, sampai saya nggak sadar kalau itu napas terakhirnya. Tapi nggak papa, memang itu yg saya doakan buat dia. Tanpa sakit yg berkepanjangan, sebentar aja, dan seperti itu dia perginya.
Preman kampung itu pun pensiun.
Jagoan ibu pulang dulu.
Saya bisikim ke telinganya.. "nanti kita ketemu lagi. Bantu ibu nanti ya nak.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mau protes? tulis aja!!