Minggu, 25 Oktober 2015

Jadi malam itu mama dapat telpon dari orang yg namanya Alibi, bilangnya sih kepala desa sribit Dlanggu klaten. Yap, desanya bapak saya. Urusannya mau jadi penengah antara keluarga saya dan bude aka kakak bapak, untuk urusan balik nama tanah. Berhubung bapak sudah nggak ada, jadi perlu "acc" dari kami kami ini, cewek-cewek pekerja keras.

Jadi singkatnya dia bilang minta tandatangan kita bertiga supaya urusan lancar, supaya keluarga yg saling berjauhan tetap rukun, supaya bapak dan mbah kakung saya tersenyum di sana. Senyum? Hellooooo, lo nggak takut pak mikirin mbah ama bapak saya senyum lagi? Oke lah terserah dengan basa basi dia, dan akhirnya ada perkataan dia yg bikin esmosi saya naik ke ubun-ubun.

Dia bilang..
"Nggak perlulah ada surat dari pihak sini (jawa), lewat telpon dan sms aja kan bisa". Cepat kilat saya ambil hp mama saya, dan saya bilang..
"Maap pak saya anaknya, maap saya sela omongannya. Nggak bisa pak seenaknya bilang lewat telpon atau sms, walaupun keluarga harus ada hitam di atas putih. Lagian kemarin mama saya nelpon bude minta surat keterangan apa yg dibalik nama dari sana diiyakan bude, mau dikirim. Saya bingung kenapa bapak bilang itu nggak penting?".
Tiba-tiba saya ngerasa jadi orang pintar yg bisa bikin kepala desa bingung jawab apa. Hellooo lagi, sekelas kades masa bisa berpikir itu nggak penting?

Mama saya tanya apa dia nelpon ada bude saya didekatnya, dan jawabannya nggak ada. Katanya dia lagi di rumah nya sendiri.

Beberapa menit kemudian mama nelpon bude dan minta kejelasan kenapa nggak bilang ke kades kalau sudah "deal" ngirim surat ke kami dulu. Dan alasannya banyaaaaaakkkkk... Yg katanya cuma tinggal sama cucu, nggak ada yg urusin, dan bla bla bla bla. Mama juga sempat tanya apa di sana ada kadesnya? Jawabannya nggak! Akhirnya mama sudahin telpon nya tanpa dimatikan. Mama suruh saya matikan, dan waktu saya mau matikan.. Tau apa yg terjadi?

Saya dengar suara orang ketawa keras, perempuan sama laki2. Saya dengarkan, dan ada pembicaraan..
"Pokoknya nanti walaupun saya nggak jadi kades lagi, tetap saya bantu urusan ini"
"Iya makasih lo pak kades... "

Ngerasa jederrrrr nggak? Saya yakin bapak sama mbah saya nggak bakal senyum kalau tau hal ini. Yap, mereka kompak bohongin kami. Mereka dalam satu rumah. Dan pembicaraan soal tanah atau warisan itu saya dengar dengan jelaaaaaasssss. Rencana mereka saya juga dengar.

Kata mba ipit kalau Allah mau nunjukin, ada aja caranya. Iya, dan saya tau kalau perasaan saya yg bilang bahwa mereka masih "ancaman" sudah dijawab Allah. Saya sms budenya..
"Bude hp nya lupa dimatikan ya? Kedengeran suara kades Alibinya. Katanya tadi orangnya ngga disitu? Seharusnya nggak gitu caranya jadi penengah"

Elus dada dan bilang amit2 deh saya banyak2. Yg kenal pak kades itu, bilang aja si Tika nggak bakal lupa semuanya. Penengah... Yg diawali sama kebohongan. Fun? Saya bikin urusan ini lebih fun dari rencana kalian, horeeee